Sabtu

Portofolio anak oleh Ust Harry Santosa


Portfolio Pendidikan Anak

Baik anak bersekolah maupun tidak, tidak mengurangi sedikitpun tanggungjawab orangtua untuk mendidik anaknya. Permulaan tahun ini barangkali teman teman AyahBunda perlu untuk mulai mengembangkan Portfolio Pendidikan Anak. Para Guru nampaknya juga memerlukan portfolio siswanya yang dibuat oleh orangtua sehingga ada kerjasama dan sinergi.

Apa itu Portfolio Pendidikan Anak?

Hari ini portfiolio pendidikan semakin dibutuhkan. Portfolio ini sebenarnya adalah laporan dan dokumentasi perkembangan anak termasuk bukti (evidence) berupa karya, hasil kerja, atau capaian anak. Portfolio dalam bentuk primitif nya disebut Raport. ,

Raport yang kita kenal hampir satu abad lebih itu, dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman maupun relevan dengan aspek potensi keunikan dari tiap anak yang berbeda. Karena Raport pada umumnya tidak dapat menggambarkan keseluruhan perkembangan dan capaian anak dalam pendidikan.

Portfolio atau sering ditulis dengan “Portofolio” sendiri berasal dari kata Port (laporan) dan Folio (penuh atau lengkap), yang artinya laporan yang lengkap dan menyeluruh. Intinya, karena setiap anak secara individual diakui “unique” baik dalam potensi, gender, perkembangan, kebutuhan, skill dan knowledge relevan, serta perkembangan sikap maka Portfolio ini diperlukan.

Karenanya Portfolio Pendidikan anak ini bukan sekedar Folder atau kotak yang berisi halaman evaluasi penilaian dan dokumentasi serta hasil karya anak apalagi hanya akademis semata, namun juga refleksi atas pola perkembangan dan capaian anak.

“Refleksi adalah hasil observasi, empati, analisa, dari sebuah kegiatan atau proyek pendidikan anak”. Jika dahulu hanya fasilitator yang mengisi seperti Guru atau Coach, sekarang orangtua, anak dan semua yang terlibat bisa menuliskan hasil refleksinya.

Mengapa Kita Memerlukan Manfaat Membangun Portfolio Anak

Dengan membangun Portfolio Pendidikan Anak maka para Orangtua akan jauh lebih mengenal anaknya, akan lebih memahami pola perkembangan dan pola potensi keunikan fitrah anak. Hal ini karena Portfolio akan memberikan rekam jejak, melalui pencatatan jurnal kegiatan atau dokumentasi jurnal kegiatan, disertai lampiran bukti bukti (evidence) produk atau karya, bisa dalam bentuk tulisan, audio, video, dll.

Jika anak kelak memilih jalur profesional, maka profesional sertifikat atau expert recommendation ikut dimasukkan dalam Portfolio. Banyak universitas atau perusahaan modern lebih membutuhkan Portfolio dibanding ijasah.

Tidak hanya itu, tetapi portfolio juga termasuk merekam refleksi Orangtua, Fasilitator, Maestro, Pendamping Sipritual, juga anak sendiri atas kesan, perasaan, fikiran yang dialami atas kegiatan atau proyek atau pemagangan yang dilakukan anak.

Dalam jangka panjang, akan terkumpul banyak portfolio, maka akan terlihat pola keunikan dan pola kebutuhan pengembangan anak yang disebut profile potensi dan pengembangan anak. Maka bisa dipilih porfolio mana yang paling mendekati pola kebutuhan pengembangan potensi anak sesuai profile potensinya itu sehingga kelak dapat disusun Personalized Curriculum yang lebh fokus dan terarah.

Jika anak bersekolah, maka sekolahpun akan terbantu dengan adanya Portfolio Pendidikan Anak yang dikembangkan oleh para orangtua maupun anaknya sendiri.

Manfaat dari sisi anak, tentu banyak, diantaranya adalah membantu anak bagaimana mereka melihat dirinya, mendorong tanggungjawab pada proses pendidikan serta keberanian untuk berfikir, merasa dan bertindak dengan cara yang lebih bermakna, mendorong intelectual curiosity, memfasilitasi self awareness dan discovery, mengekspresikan apa yang mereka ketahui, apa yang mereka passion untuk dilakukan dengan bermakna, unik, dengan cara yang lebih kreatif.

Sebagai catatan, ada pertanyaan, apakah anak usia 3-6 tahun dapat dilibatkan? Walau ada yang meragukan bahwa anak di usia 3-6 tahun sudah dapat diminta terlibat dalam mendokumentasikan kegiatannya termasuk memberikan refleksi atas kegiatan yang dilakukan, ternyata pada prakteknya mereka justru antusias membantu dan terlibat.

Berikut adalah Langkah Langkah membangun Portfolio Anak,

Langkah 1. Tuliskan Filosofi atau Konsep yang Diyakini

Banyak orang berfikir bahwa mendidik anak adalah masalah teknis semata. Lalu sibuk perihal teknis. Padahal banyak kasus dimana para orangtua bahkan pendidik yang disorientasi dan misorientasi dalam prakteknya, karena ketidak kokohan dalam fondasi filosofi atau konsep pendidikan anaknya.

Jadi hal terpenting pertama dalam menyusun Portfolio Pendidikan Anak adalah Philosophy atau Concept atau Narasi Besar yang menyatukan keseluruhan bangunan Portfolio Pendidikan Anak. Ini semacam fondasi dan asumsi. Tanpa adanya filosofi atau konsep maka akan sulit menstrukturkan bangunan portfolio pendidikan anak di atasnya.

Misalnya, mereka yang menganut paham Behaviorisme, dimana perilaku dan prestasi anak bisa dilejitkan dengan drilling, pengulangan, pembiasaan, reward n punishment, over stimulus, intervensi dll tentu akan berbeda dengan mereka menganut paham Esensialisme maupun Fitrah. Mereka yang menganut Deficit Based tentu berbeda dengan yang menganut Strengths based.

Filosofi ini kemudian dituliskan dalam “Portfolio Charter” (Piagam Portfolio), pada bagian “Philosophy/Concept Statement”, misalnya

“Saya meyakini bahwa setiap anak lahir dengan membawa fitrah fitrah yang baik, dan saya meyakini bahwa apabila semua aspek fitrah itu tumbuh dengan indah paripurna maka kelak anak saya akan memiliki peran peran terbaik sesuai aspek fitrahnya itu.

Secara keimanan, saya meyakini bahwa anak lahir telah membawa fitrah keimanan karena mereka telah bersaksi bahwa Allah adalah Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezqi, Maha Memiliki dstnya sehingga tugas saya adalah menguatkan aspek fitrah ini dengan membangkitkan ghirah cinta mereka pada Allah, RasulNya dan Agamanya melalui keteladanan dan atmosfir keshalihan di rumah saya bersama keluarga.

Saya meyakini bahwa setiap anak adalah pembelajar sejati yang tangguh sejak lahir, mereka memiliki nature curiosity dalam belajar dan bernalar dstnya, maka tugas saya tidak banyak mengajarkan namun mengaktifasi dan membangkitkan gairah belajar mereka dengan idea idea belajar dan bernalar yang menantang serta inspirasi belajar yang hebat.

Saya meyakini setiap anak saya…..dstnya” .

Bisa juga ditambahkan dengan komitmen pada diri ayah atau bunda atau pendidik, misalnya

“Saya menyadari bahwa sesungguhnya Allahlah Pendidik Sejati bagi anak anak saya, maka saya ridha dan bertawakal atas semua ketentuan Allah, saya berdoa agar Allah membimbing saya, mengkaruniakan rasa syukur dan shabar, memberikan banyak hikmah kepada saya dalam mendidik anak anak saya. Untuk itu saya senantiasa melakukan Tazkiyatunnafs agar Allah berikan Qoulan Sadida, yaitu ucapan dan tutur yang berkesan mendalam, hati yang tenang dan penuh empati, idea yang bernas dan keren, sikap dan perilaku yang pantas diteladani…. dstnya”

Tanpa Filosofi atau Konsep maka kelak akan sulit mengintegrasikan keseluruhan bangunan Portfolio Pendidikan Anak

Langkah ke 2. Tuliskan Portfolio Plan (Perencanaan Portfolio)

Perencanaan meliputi Purpose, Type, Pihak Terlibat, Framework yang digunakan, Teknik Refleksi yang digunakan dstnya.

Langkah ke 2. Tuliskan Portfolio Plan (Perencanaan Portfolio)

Perencanaan meliputi Maksud (Purpose), Jenis (Type), Structure, Pihak Terlibat (Audience), Jangka Waktu (Timeframe), Standar/Framework yang digunakan, Evidence/Artefacts (bukti kegiatan), Teknik Refleksi yang digunakan, Major Learning, dstnya.

Sebagai catatan bahwa perencanaan Portfolio berbeda dengan merencanakan program pendidikan secara keseluruhan. Perencanaan portfolio adalah perencanaan dokumentasi dari pelaksanaan program pendidikan.

Dalam banyak hal perencanaan program pendidikan seperti personalized curriculum, pengembangan bakat dll diperoleh dari pembacaan atas pola unik anak dari rangkaian portfolio dalam jangka waktu tertentu.

Tahap perencanaan ini menyesuaikan kebutuhan dan keunikan keluarga dan anak masing masing termasuk juga kebutuhan Orangtua atau Pendidik. Hanya perlu dibuat di awal program untuk jangka waktu tertentu, misalnya 2 tahun atau 3 semester dsbnya.

Perencanaan Portfolio ini harus menjawab: Mengapa saya melakukan ini? (Purpose), Apa Tipe yang cocok untuk maksud tersebut? (Type), Bagaimana dan dimana saya menggunakannya (Context), Bagaimana komponen distrukturkan (Structure), Kepada siapa Portfolio ini diarahkan? (Audience), dstnya.

Secara umum, Maksud (Purpose) dari pembuatan Portfolio ada 4, yaitu
1. Untuk memfasilitasi Pertumbuhan anak (Developmental Portfolio). Portfolio ini berfokus tunggal pada salah satu aspek pertumbuhan anak. Anak anak special needs atau anak dengan keunikan khusus umumnya menggunakan Portfolio ini.
2. Untuk menyediakan Basis Evaluasi atau Persiapan Ujian (Assessment/Standard based Portfolio). Portfolio ini biasanya digunakan di sekolah karena harus memenuhi standar tertentu atau juga digunakan untuk persiapan ujian atau sertifikasi.
3. Untuk menyoroti kinerja dan kapabilitas anak (Showcase Portfolio). Portfolio ini sifatnya atau konteksnya sangat personal, dapat digunakan untuk memahami pola potensi anak atau untuk pengembangan bakat melalui beragam kegiatan maupun proyek.
4. Untuk merekam proses belajar anak dan konten pengetahuan yang dikuasai (Learning Portfolio). Portfolio ini bisa menggunakan standar, bisa pula freedom sesuai minat dan kebutuhan anak.

Tidak perlu khawatir dengan pilihan, karena kita bisa mengkombinasikan secara serial maupun paralel sesuai kebutuhan. Misalnya jika ingin fokus pada pengembangan bakat maka bisa dipilih Showcase Portfolio, namun pada tahun yang sama akan mengambil paket kesetaraan atau professional certificate maka Assessment Portfolio dapat digunakan pada saat yang sama. Begitupula bila punya target pengetahuan atau skill yang harus dikuasai pada tahun berikutnya maka secara paralel bisa menggunakan Learning Portfolio dstnya.

Berikut akan dibuat sebuah scenario Perencanaan Portfolio. Karena tujuan tulisan ini adalah untuk memandu orangtua kelak dalam merancang “Personalized Curriculum” dan diasumsikan tidak overlapping dengan Sekolah yang fokus pada Standar Curriculum, maka scenario perencanaan berikut yang dijadikan contoh adalah Showcase Portfolio .

Contoh Scenario Perencanaan Portfolio

1. Maksud: Untuk menyoroti kinerja dalam perkembangan aspek fitrah melalui beragam proyek atau kegiatan
2. Purpose Type: Showcase Portfolio
3. Context/Scope Type: Personal Portfolio (bukan Schoolwide Portfolio, bukan Academic Portfolio)
4. Structure: Rangkaian Proyek atau Kegiatan yang masing masing punya folder atau dokumentasi sendiri
5. Timeframe: 2 tahun
6. Standar Framework: Fitrah based Education version 7.0 (akan dijelaskan kemudian dalam contoh)
7. Major Subject to Achieved: 8 Aspects of Fitrah especially “Fitrah Bakat” and “Fitrah Keimanan”
Reflection: “Orangtua sering menekan saya untuk menambahkan lebih banyak akademik dalam program saya dan membuat stress. Saya menjadi frustasi sebab akademik bukan bakat saya…”
8. Audience: Orangtua, Maestro, Murobby, Rekan
9. Products/Artefacts/Evidence: Working Paper, Project Delivery, Lesson Learned, Project Evidence (Movie, Audio, Image)
10. Reflection Technic: Menggunakan Design Thinking atau Emisol atau Ediprot (Akan dibahas mendalam kemudian)
11. Timeline & Cost: Terlampir

Silahkan tambahkan point lainnya, seperti bagaimana mengatasi perubahan atas isu yang terjadi (corrective action), partner atau mitra yang terlibat, cara penyimpanan dokumen (hardcopy atau soft copy) dsbnya

Jangan ragu membuat perencanaan karena kita perlu untuk mengawali pembuatan Portfolo, jika ada perubahan bisa kapanpun dilakukan. Jika perencanaan selesai maka tiba saatnya untuk memulainya atau melanjutkan apa apa yang sudah dimulai namun dengan dokumentasi portfolio yang lebih baik dari sebelumnya.

Langkah 3.Membangun dan Mengorganisasi Portfolio

Selama kegiatan atau proyek atau program berlangsung maka kita mulai dapat mengkoleksi Evidence (Bukti bukti) dengan pengorganisasian yang baik. Apa yang dimaksud dengan Evidence? Bagaimana Mengorganisasikan Portofolio dengan baik termasuk pembuatan jurnal?

Langkah 3.

Membangun dan Mengorganisasi Portfolio

Selama kegiatan atau proyek atau program berlangsung maka kita mulai dapat mengkoleksi Evidence (Bukti bukti) dengan pengorganisasian yang baik. Apa yang dimaksud dengan Evidence? Bagaimana Mengorganisasikan Porttolio dengan baik termasuk pembuatan jurnal dsbnya?

Ingat bahwa perbedaan antarara standard based Portfolio di sekolah dengan Showcase Portfolio untuk orangtua adalah bahwa Standard based Portfolio atau Assessment Portfolio pada umumnya membandingkan capaian anak dengan standar atau dengan kemampuan anak lain sesuai standar. Ini banyak digunakan dalam sekolah formal yang masih berwacana prestasi akademis bukan wacana perkembangan fitrah anak.

Sementara Showcase Portfolio atau juga Learning Portfolio adalah membandingkan capaian anak pada sebuah kegiatan atau proyek dengan apa yang sudah dicapai oleh dirinya sendiri pada kegiatan sebelumnya berupa pengalaman, pengetahuan, keterampilan, sikap dll yang didapat.

Tentu dalam pendidikan yang berwacana perkembangan fitrah anak dimana tiap anak adalah manusia seutuhnya yang unik dan tidak bisa dibanding bandingkan dengan apapun maka portfolio tipe personal ini sangat sesuai.

A. Awali dengan Membuat Jurnal Kegiatan

Portfolio yang sistematis terutama yang bukan standard based, sesungguhnya baru bisa dibangun dan diorganisasi dengan baik jika pola perkembangan atau progres anak sudah nampak, biasamya di atas usia 7 tahun.

Sebelum membangun Portfolio maka sebaiknya dibuat dan dikoleksi dulu “Jurnal Kegiatan” sehingga cukup banyak dan dapat distrukturkan dalam portfolio yang lengkap.

Jadi tidak perlu sempurna untuk memulainya, mulailah dengan kegiatan yang sederhana namun seru dan berani (menurut kita), lalu dokumentasikan hasilnya dalam Jurnal Kegiatan, tentu dengan observasi dan pengamatan yang penuh empati. Makin empati makin bagus refleksinya untuk merencanakan improvement pada kegiatan berikutnya.

Dokumentasi atau Jurnal Kegiatan yang paling mudah tentu saja foto dan filmkan. Just Do It! Dokumentasi kegiatan itulah yang disebut Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek sebagai bagian dari rangkaian kegiatan dalam sebuah Portfolio, dimana foto dan film nya adalah evidence atau bukti. Sebagai catatan, foto daln film ini mencakup karya anak atau produk anak dalam sebuah kegiatan.

Namun, jika selama ini lebih asik memfoto dan memfilmkan kegiatan anak namun “terlewat” memberi catatan catatan penting dalam kegiatam tsb, kini tambahkanlah dengan catatan catatan penting yang sebaiknya ada dalam sebuah portfolio. Catatan penting ini menjadi landasan untuk merancang pengalaman untuk kegiatan berikutnya.

Maka catatan catatan penting di dalam halaman sebuah Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek setidaknya berisi

1. Profile Anak saat melakukan kegiatan
2. Deskripsi kegiatan
3. Tujuan kegiatan
4. Proses Kegiatan
5. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh (diskusikan dengan anak)
6. Aspek fitrah yang ditumbuhkan lebih baik dari kegiatan sebelumnya (diskusikan dengan anak)
7. Refleksi meliputi perasaan, fikiran atau tanda fisik antusias anak sebelum, ketika dan sesudah melakukannya (interview anak atau anak menuliskan sendiri)
8. Refleksi meliputi perasaan, fikiran atau tanda fisik antusias orangtua sebelum, ketika dan sesudah mendampingi kegiatan
9. Catatan dari orangtua maupun fasilitator untuk perbaikan penyelenggaraan kegiatan (perencanaan, safety, apa yang terlewat dll)
10. Usulan atau rencana rancangan kegiatan berikutnya, mana yang perlu diimprovisasi (diskusikan dengan anak)
11. Bukti (Evidence) berupa foto, film, karya, produk dstnya
12. Dstnya,

Silahkan berkreasi sesuai kebutuhan anak

Berikutnya simpanlah rangkaian Jurnal Kegiatan atau Journal Proyek ini dalam “folder” baik hardcopy atau softcopy/elektronis secara runut dan terstruktur

B. Bangun Portfolio Berdasarkan Koleksi Terpilih Jurnal Kegiatan

Ingat bahwa masing masing portfolio punya maksud (purpose) berbeda, namun punya tujuan sama yaitu assessment agar menjadi landasan bagi perancangan berikutnya bukan hanya sebagai arsip semata yang sekedar mudah dicari kembali. Authentic Assessment adalah yang terbaik karena melibatkan Orangtua, Anak dan juga Fasilitator atau Maestro (jika terlibat) dalam memberikan observasi dan refleksi atas progress perkembangan anak..

Karenanya Portfolio harus dapat disajikan sesuai maksud pembuatannya dan yang lebih penting adalah bahwa semua rangkaian kegiatan atau proyek berserta catatan penting dan evidence nya kelak harus dapat ditangkap pola keunikan anak sehingga pola itu dapat dijadikan landasan untuk merancang kegiatan/proyek berikutnya, membangun Portfolio yang tergonisir kemudian akhirnya untuk merancang personalized curriculum.

Bangunan Portfolio yang Sistematis meliputi

1. Portfolio Plan (sebagaimana dibahas pada langkah 2)
2. Profile Unik Anak hasil Observasi Emphaty dalam banyak Jurnal Kegiatan sebelumnya. Profile ini sebagai “based line” atau landasan untuk pengembangan atau improvisasi, karenanya harus berisi potensi exisiting meliputi aspek Talent, Attitude, Skill & Knowledge yang dikuasai termasuk semua aspek fitrah.
Pada akhir periode pembuatan Portfolio, maka Profile ini berisi update progress perkembangan yang akan menjadi “based line” bagi portfolio plan berikutnya.
3. Koleksi dari Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek selama periode pembuatan Portfolio, tentu setiap jurnal beserta evidence dan hasil observasi dan refleksinya

Kemudian bagaimana teknik observasi atau refleksi yang baik?

Salam Pendidikan Peradaban

#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation
#portfoliofitrah
#portfolio

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

J8 : Temukan Buddy-mu

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulilah memasuki pekan terakhir di kelas Ulat-Ulat. Banyak pengalaman dan ilmu baru selama hampir 2 bulan be...