Ummi, Itu Allah...
Lembaran buku Mengenal Allah |
My God id Allah |
Abg Zaid, Ammar, dan Baby Hamzah |
Jazakillah Khair mb, semoga tulisan ini bermanfaat.
Lembaran buku Mengenal Allah |
My God id Allah |
Abg Zaid, Ammar, dan Baby Hamzah |
Abang Zaid dan Ammar sudah siap memulai proyek |
Alat dan Bahan |
Abang Zaid sedang menebalkan angka dengan spidol |
Ammar sedang mewarnai cutton Bud walaupun kelelahan |
Tanpa komando setelah proyek selesai segera ambil sapu dan membersihkan ruangan |
Kartu angka dari pasir untuk sentuhan dan cutton Bud untuk berhitung serta mereview warna |
Counting Board ( Cara penggunaan) |
Abang Zaid yang semangat main, Ammar sudah tepar |
"Aku Bisa Makan Sendiri"
Makan sendiri merupakan salah satu kemandirian yang sangat perlu dilatih sejak dini. Zaid dan Ammar sejak umur 2 tahun sudah dilatih makan sendiri.
Diantara sekian latihan kemandirian, Zaid dan Ammar paling lama lulus di point makan sendiri. Setelah direwiew, ternyata penyebab lamanya lulus di point ini karena campur tangan emaknya juga 😀
Emaknya kurang sabar kalau lihat anak-anak makannya lamaaaa banget dan menyisakan makanan. Kalau cuma kotor emak masih woles aja, tapi kalau makanannya bersisa emak tengsin gimana gitu. walaupun selalu disounding agar mengambil makanan sesuai dengan porsi perut masing-masing agar tidak bersisa dan mubazir, tetap aja bersisa, ujung-ujung biar gak mubazir masuk perut emak, akhirnya emak makin lebar, gimana gak tengsin coba 😁.
Anehnya kalau disuapin, anak-anak makannya lahap, efek tangan emak sepertinya, yang bisa mengubah rasa masakan jadi istimewa 😜. Penyebab lainnya, karena kalau lagi diluar, emak juga lebih milih nyiapin biar tetap bersih daripada mengotori tempat umum, gak enakan aja rasanya.
Selama beberapa hari kemarin, emak mencoba rutin lagi melatih anak-anak makan sendiri. Terutama Abang Zaid yang sebulan lagi usianya genap 5 tahun. Kalau Ammar juga dilatih sih, tapi mengingat BBnya sekarang sudah digaris kuning, emak harus memastikan makannya cukup. Sambil pelan-pelan dilatih juga.
Alhamdulillah hari ini sarapan dan makan malam Zaid berhasil makan sendiri, walaupun masih bersisa dan agak drama awalnya. Minta potong-potong ini ikan lah, minta sendokin nasinya lah,wkwk..banyaknya akalmu neuk,biar emak makan lewat tangan emak.
Makan siang gagal karena disuapin yabi. Alasannya karena yabi mau pergi lama, jadi minta suapin sama yabi. Wkwkwk...okelah emak ngalah kali ini. Besok kita coba lagi ya neuk, besok yabi juga gak dirumah, emak juga bakalan rempong sendirian karena yabi gak dirumah, gak ada yang bantuin. Bantuan Emak ya neuk, besok makan sendiri lagi. Semoga ada kemajuan.
#Harike2
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian
Merubah suatu kebiasaan memang bukan hal yang gampang dan semudah membalik telapak tangan. Apalagi jika kebiasaan itu sudah bertahun-tahun, bahkan selama hidup dan sudah mendarah daging. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin bukan. Ala bisa karena biasa.
Sesuatu yang tidak baik sangat perlu dirubah. Terlebih lagi yang berkaitan erat dengan kebaikan seseorang dimasa depan nantinya. Kuncinya sebenarnya mudah, hanya perlu latihan, latihan, dan latihan serta istiqomahlah. Tapi pelaksanaannya tidak semudah ucapan. :-D
Hari ini saya masih melatih point makan sendiri untuk Abang Zaid. Alhamdulillah kemajuannya pesat. Bangun tidur pagi ini anak-anak saya ajak untuk mandi, cut bang Zaid tanpa banyak protes segera mandi. Kemudian request sarapan nasi goreng. Cas cis cus, dalam sekejap nasi goreng sudah matang dan siap disantap. Belum sempat emak hidangkan, panggilan darurat dari kamar memanggil. Iyess..Baby Hamzah,kesayangan keluarga, menangis. Terpaksa emak segera menenangkan sibaby.
Memasuki hari ke#3 tantangan melatih kemandirian, emak masih harus berjuang. Karena ditinggal Abi keluar kota selama beberapa hari, emak dan 3 krucils terpaksa ngungsi kerumah Bunda Emy. Bukan karena gak berani dirumah ya 😁 (Emak kan setrong). Cutbang Ammar(3y) dan Baby Hamzah(4m) sedang sakit Batpil disertai demam, khawatir jika anak2 rewel barengan tengah malam dan harus mendiamkan sendirian, emak bakalan ikut nangis juga nanti 😂.
Bangun pagi anak-anak udah kelaparan, karena tadi malam tiba ke rumah dari RS sudah pukul 20.00 WIB dan mereka belum makan malam. Sampai rumah mereka udah ngantuk berat, terutama Cut bang Ammar, jadi cuma makan beberapa suap saja sebagai pengganjal perut. Cut Bang Ammar emak putuskan disuapin karena sudah ngantuk berat, daripada gak makan sedikitpun lebih bahaya.
Abangda Zaid walaupun juga sudah ngantuk tapi masih tetap semangat. Tidak lain dan tidak bukan karena menunya adalah menu kesukaannya, nasi goreng bumbu Aceh. Satu lagi karena makan bersama. Alhamdulillah keduanya berhasil makan sendiri.
Hari ini sukses, semoga besok dan seterusnya semakin baik ya Neuk 😊
Ganbatte!!
#Harike3
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian
Portfolio Pendidikan Anak
Baik anak bersekolah maupun tidak, tidak mengurangi sedikitpun tanggungjawab orangtua untuk mendidik anaknya. Permulaan tahun ini barangkali teman teman AyahBunda perlu untuk mulai mengembangkan Portfolio Pendidikan Anak. Para Guru nampaknya juga memerlukan portfolio siswanya yang dibuat oleh orangtua sehingga ada kerjasama dan sinergi.
Apa itu Portfolio Pendidikan Anak?
Hari ini portfiolio pendidikan semakin dibutuhkan. Portfolio ini sebenarnya adalah laporan dan dokumentasi perkembangan anak termasuk bukti (evidence) berupa karya, hasil kerja, atau capaian anak. Portfolio dalam bentuk primitif nya disebut Raport. ,
Raport yang kita kenal hampir satu abad lebih itu, dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman maupun relevan dengan aspek potensi keunikan dari tiap anak yang berbeda. Karena Raport pada umumnya tidak dapat menggambarkan keseluruhan perkembangan dan capaian anak dalam pendidikan.
Portfolio atau sering ditulis dengan “Portofolio” sendiri berasal dari kata Port (laporan) dan Folio (penuh atau lengkap), yang artinya laporan yang lengkap dan menyeluruh. Intinya, karena setiap anak secara individual diakui “unique” baik dalam potensi, gender, perkembangan, kebutuhan, skill dan knowledge relevan, serta perkembangan sikap maka Portfolio ini diperlukan.
Karenanya Portfolio Pendidikan anak ini bukan sekedar Folder atau kotak yang berisi halaman evaluasi penilaian dan dokumentasi serta hasil karya anak apalagi hanya akademis semata, namun juga refleksi atas pola perkembangan dan capaian anak.
“Refleksi adalah hasil observasi, empati, analisa, dari sebuah kegiatan atau proyek pendidikan anak”. Jika dahulu hanya fasilitator yang mengisi seperti Guru atau Coach, sekarang orangtua, anak dan semua yang terlibat bisa menuliskan hasil refleksinya.
Mengapa Kita Memerlukan Manfaat Membangun Portfolio Anak
Dengan membangun Portfolio Pendidikan Anak maka para Orangtua akan jauh lebih mengenal anaknya, akan lebih memahami pola perkembangan dan pola potensi keunikan fitrah anak. Hal ini karena Portfolio akan memberikan rekam jejak, melalui pencatatan jurnal kegiatan atau dokumentasi jurnal kegiatan, disertai lampiran bukti bukti (evidence) produk atau karya, bisa dalam bentuk tulisan, audio, video, dll.
Jika anak kelak memilih jalur profesional, maka profesional sertifikat atau expert recommendation ikut dimasukkan dalam Portfolio. Banyak universitas atau perusahaan modern lebih membutuhkan Portfolio dibanding ijasah.
Tidak hanya itu, tetapi portfolio juga termasuk merekam refleksi Orangtua, Fasilitator, Maestro, Pendamping Sipritual, juga anak sendiri atas kesan, perasaan, fikiran yang dialami atas kegiatan atau proyek atau pemagangan yang dilakukan anak.
Dalam jangka panjang, akan terkumpul banyak portfolio, maka akan terlihat pola keunikan dan pola kebutuhan pengembangan anak yang disebut profile potensi dan pengembangan anak. Maka bisa dipilih porfolio mana yang paling mendekati pola kebutuhan pengembangan potensi anak sesuai profile potensinya itu sehingga kelak dapat disusun Personalized Curriculum yang lebh fokus dan terarah.
Jika anak bersekolah, maka sekolahpun akan terbantu dengan adanya Portfolio Pendidikan Anak yang dikembangkan oleh para orangtua maupun anaknya sendiri.
Manfaat dari sisi anak, tentu banyak, diantaranya adalah membantu anak bagaimana mereka melihat dirinya, mendorong tanggungjawab pada proses pendidikan serta keberanian untuk berfikir, merasa dan bertindak dengan cara yang lebih bermakna, mendorong intelectual curiosity, memfasilitasi self awareness dan discovery, mengekspresikan apa yang mereka ketahui, apa yang mereka passion untuk dilakukan dengan bermakna, unik, dengan cara yang lebih kreatif.
Sebagai catatan, ada pertanyaan, apakah anak usia 3-6 tahun dapat dilibatkan? Walau ada yang meragukan bahwa anak di usia 3-6 tahun sudah dapat diminta terlibat dalam mendokumentasikan kegiatannya termasuk memberikan refleksi atas kegiatan yang dilakukan, ternyata pada prakteknya mereka justru antusias membantu dan terlibat.
Berikut adalah Langkah Langkah membangun Portfolio Anak,
Langkah 1. Tuliskan Filosofi atau Konsep yang Diyakini
Banyak orang berfikir bahwa mendidik anak adalah masalah teknis semata. Lalu sibuk perihal teknis. Padahal banyak kasus dimana para orangtua bahkan pendidik yang disorientasi dan misorientasi dalam prakteknya, karena ketidak kokohan dalam fondasi filosofi atau konsep pendidikan anaknya.
Jadi hal terpenting pertama dalam menyusun Portfolio Pendidikan Anak adalah Philosophy atau Concept atau Narasi Besar yang menyatukan keseluruhan bangunan Portfolio Pendidikan Anak. Ini semacam fondasi dan asumsi. Tanpa adanya filosofi atau konsep maka akan sulit menstrukturkan bangunan portfolio pendidikan anak di atasnya.
Misalnya, mereka yang menganut paham Behaviorisme, dimana perilaku dan prestasi anak bisa dilejitkan dengan drilling, pengulangan, pembiasaan, reward n punishment, over stimulus, intervensi dll tentu akan berbeda dengan mereka menganut paham Esensialisme maupun Fitrah. Mereka yang menganut Deficit Based tentu berbeda dengan yang menganut Strengths based.
Filosofi ini kemudian dituliskan dalam “Portfolio Charter” (Piagam Portfolio), pada bagian “Philosophy/Concept Statement”, misalnya
“Saya meyakini bahwa setiap anak lahir dengan membawa fitrah fitrah yang baik, dan saya meyakini bahwa apabila semua aspek fitrah itu tumbuh dengan indah paripurna maka kelak anak saya akan memiliki peran peran terbaik sesuai aspek fitrahnya itu.
Secara keimanan, saya meyakini bahwa anak lahir telah membawa fitrah keimanan karena mereka telah bersaksi bahwa Allah adalah Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezqi, Maha Memiliki dstnya sehingga tugas saya adalah menguatkan aspek fitrah ini dengan membangkitkan ghirah cinta mereka pada Allah, RasulNya dan Agamanya melalui keteladanan dan atmosfir keshalihan di rumah saya bersama keluarga.
Saya meyakini bahwa setiap anak adalah pembelajar sejati yang tangguh sejak lahir, mereka memiliki nature curiosity dalam belajar dan bernalar dstnya, maka tugas saya tidak banyak mengajarkan namun mengaktifasi dan membangkitkan gairah belajar mereka dengan idea idea belajar dan bernalar yang menantang serta inspirasi belajar yang hebat.
Saya meyakini setiap anak saya…..dstnya” .
Bisa juga ditambahkan dengan komitmen pada diri ayah atau bunda atau pendidik, misalnya
“Saya menyadari bahwa sesungguhnya Allahlah Pendidik Sejati bagi anak anak saya, maka saya ridha dan bertawakal atas semua ketentuan Allah, saya berdoa agar Allah membimbing saya, mengkaruniakan rasa syukur dan shabar, memberikan banyak hikmah kepada saya dalam mendidik anak anak saya. Untuk itu saya senantiasa melakukan Tazkiyatunnafs agar Allah berikan Qoulan Sadida, yaitu ucapan dan tutur yang berkesan mendalam, hati yang tenang dan penuh empati, idea yang bernas dan keren, sikap dan perilaku yang pantas diteladani…. dstnya”
Tanpa Filosofi atau Konsep maka kelak akan sulit mengintegrasikan keseluruhan bangunan Portfolio Pendidikan Anak
Langkah ke 2. Tuliskan Portfolio Plan (Perencanaan Portfolio)
Perencanaan meliputi Purpose, Type, Pihak Terlibat, Framework yang digunakan, Teknik Refleksi yang digunakan dstnya.
Langkah ke 2. Tuliskan Portfolio Plan (Perencanaan Portfolio)
Perencanaan meliputi Maksud (Purpose), Jenis (Type), Structure, Pihak Terlibat (Audience), Jangka Waktu (Timeframe), Standar/Framework yang digunakan, Evidence/Artefacts (bukti kegiatan), Teknik Refleksi yang digunakan, Major Learning, dstnya.
Sebagai catatan bahwa perencanaan Portfolio berbeda dengan merencanakan program pendidikan secara keseluruhan. Perencanaan portfolio adalah perencanaan dokumentasi dari pelaksanaan program pendidikan.
Dalam banyak hal perencanaan program pendidikan seperti personalized curriculum, pengembangan bakat dll diperoleh dari pembacaan atas pola unik anak dari rangkaian portfolio dalam jangka waktu tertentu.
Tahap perencanaan ini menyesuaikan kebutuhan dan keunikan keluarga dan anak masing masing termasuk juga kebutuhan Orangtua atau Pendidik. Hanya perlu dibuat di awal program untuk jangka waktu tertentu, misalnya 2 tahun atau 3 semester dsbnya.
Perencanaan Portfolio ini harus menjawab: Mengapa saya melakukan ini? (Purpose), Apa Tipe yang cocok untuk maksud tersebut? (Type), Bagaimana dan dimana saya menggunakannya (Context), Bagaimana komponen distrukturkan (Structure), Kepada siapa Portfolio ini diarahkan? (Audience), dstnya.
Secara umum, Maksud (Purpose) dari pembuatan Portfolio ada 4, yaitu
1. Untuk memfasilitasi Pertumbuhan anak (Developmental Portfolio). Portfolio ini berfokus tunggal pada salah satu aspek pertumbuhan anak. Anak anak special needs atau anak dengan keunikan khusus umumnya menggunakan Portfolio ini.
2. Untuk menyediakan Basis Evaluasi atau Persiapan Ujian (Assessment/Standard based Portfolio). Portfolio ini biasanya digunakan di sekolah karena harus memenuhi standar tertentu atau juga digunakan untuk persiapan ujian atau sertifikasi.
3. Untuk menyoroti kinerja dan kapabilitas anak (Showcase Portfolio). Portfolio ini sifatnya atau konteksnya sangat personal, dapat digunakan untuk memahami pola potensi anak atau untuk pengembangan bakat melalui beragam kegiatan maupun proyek.
4. Untuk merekam proses belajar anak dan konten pengetahuan yang dikuasai (Learning Portfolio). Portfolio ini bisa menggunakan standar, bisa pula freedom sesuai minat dan kebutuhan anak.
Tidak perlu khawatir dengan pilihan, karena kita bisa mengkombinasikan secara serial maupun paralel sesuai kebutuhan. Misalnya jika ingin fokus pada pengembangan bakat maka bisa dipilih Showcase Portfolio, namun pada tahun yang sama akan mengambil paket kesetaraan atau professional certificate maka Assessment Portfolio dapat digunakan pada saat yang sama. Begitupula bila punya target pengetahuan atau skill yang harus dikuasai pada tahun berikutnya maka secara paralel bisa menggunakan Learning Portfolio dstnya.
Berikut akan dibuat sebuah scenario Perencanaan Portfolio. Karena tujuan tulisan ini adalah untuk memandu orangtua kelak dalam merancang “Personalized Curriculum” dan diasumsikan tidak overlapping dengan Sekolah yang fokus pada Standar Curriculum, maka scenario perencanaan berikut yang dijadikan contoh adalah Showcase Portfolio .
Contoh Scenario Perencanaan Portfolio
1. Maksud: Untuk menyoroti kinerja dalam perkembangan aspek fitrah melalui beragam proyek atau kegiatan
2. Purpose Type: Showcase Portfolio
3. Context/Scope Type: Personal Portfolio (bukan Schoolwide Portfolio, bukan Academic Portfolio)
4. Structure: Rangkaian Proyek atau Kegiatan yang masing masing punya folder atau dokumentasi sendiri
5. Timeframe: 2 tahun
6. Standar Framework: Fitrah based Education version 7.0 (akan dijelaskan kemudian dalam contoh)
7. Major Subject to Achieved: 8 Aspects of Fitrah especially “Fitrah Bakat” and “Fitrah Keimanan”
Reflection: “Orangtua sering menekan saya untuk menambahkan lebih banyak akademik dalam program saya dan membuat stress. Saya menjadi frustasi sebab akademik bukan bakat saya…”
8. Audience: Orangtua, Maestro, Murobby, Rekan
9. Products/Artefacts/Evidence: Working Paper, Project Delivery, Lesson Learned, Project Evidence (Movie, Audio, Image)
10. Reflection Technic: Menggunakan Design Thinking atau Emisol atau Ediprot (Akan dibahas mendalam kemudian)
11. Timeline & Cost: Terlampir
Silahkan tambahkan point lainnya, seperti bagaimana mengatasi perubahan atas isu yang terjadi (corrective action), partner atau mitra yang terlibat, cara penyimpanan dokumen (hardcopy atau soft copy) dsbnya
Jangan ragu membuat perencanaan karena kita perlu untuk mengawali pembuatan Portfolo, jika ada perubahan bisa kapanpun dilakukan. Jika perencanaan selesai maka tiba saatnya untuk memulainya atau melanjutkan apa apa yang sudah dimulai namun dengan dokumentasi portfolio yang lebih baik dari sebelumnya.
Langkah 3.Membangun dan Mengorganisasi Portfolio
Selama kegiatan atau proyek atau program berlangsung maka kita mulai dapat mengkoleksi Evidence (Bukti bukti) dengan pengorganisasian yang baik. Apa yang dimaksud dengan Evidence? Bagaimana Mengorganisasikan Portofolio dengan baik termasuk pembuatan jurnal?
Langkah 3.
Membangun dan Mengorganisasi Portfolio
Selama kegiatan atau proyek atau program berlangsung maka kita mulai dapat mengkoleksi Evidence (Bukti bukti) dengan pengorganisasian yang baik. Apa yang dimaksud dengan Evidence? Bagaimana Mengorganisasikan Porttolio dengan baik termasuk pembuatan jurnal dsbnya?
Ingat bahwa perbedaan antarara standard based Portfolio di sekolah dengan Showcase Portfolio untuk orangtua adalah bahwa Standard based Portfolio atau Assessment Portfolio pada umumnya membandingkan capaian anak dengan standar atau dengan kemampuan anak lain sesuai standar. Ini banyak digunakan dalam sekolah formal yang masih berwacana prestasi akademis bukan wacana perkembangan fitrah anak.
Sementara Showcase Portfolio atau juga Learning Portfolio adalah membandingkan capaian anak pada sebuah kegiatan atau proyek dengan apa yang sudah dicapai oleh dirinya sendiri pada kegiatan sebelumnya berupa pengalaman, pengetahuan, keterampilan, sikap dll yang didapat.
Tentu dalam pendidikan yang berwacana perkembangan fitrah anak dimana tiap anak adalah manusia seutuhnya yang unik dan tidak bisa dibanding bandingkan dengan apapun maka portfolio tipe personal ini sangat sesuai.
A. Awali dengan Membuat Jurnal Kegiatan
Portfolio yang sistematis terutama yang bukan standard based, sesungguhnya baru bisa dibangun dan diorganisasi dengan baik jika pola perkembangan atau progres anak sudah nampak, biasamya di atas usia 7 tahun.
Sebelum membangun Portfolio maka sebaiknya dibuat dan dikoleksi dulu “Jurnal Kegiatan” sehingga cukup banyak dan dapat distrukturkan dalam portfolio yang lengkap.
Jadi tidak perlu sempurna untuk memulainya, mulailah dengan kegiatan yang sederhana namun seru dan berani (menurut kita), lalu dokumentasikan hasilnya dalam Jurnal Kegiatan, tentu dengan observasi dan pengamatan yang penuh empati. Makin empati makin bagus refleksinya untuk merencanakan improvement pada kegiatan berikutnya.
Dokumentasi atau Jurnal Kegiatan yang paling mudah tentu saja foto dan filmkan. Just Do It! Dokumentasi kegiatan itulah yang disebut Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek sebagai bagian dari rangkaian kegiatan dalam sebuah Portfolio, dimana foto dan film nya adalah evidence atau bukti. Sebagai catatan, foto daln film ini mencakup karya anak atau produk anak dalam sebuah kegiatan.
Namun, jika selama ini lebih asik memfoto dan memfilmkan kegiatan anak namun “terlewat” memberi catatan catatan penting dalam kegiatam tsb, kini tambahkanlah dengan catatan catatan penting yang sebaiknya ada dalam sebuah portfolio. Catatan penting ini menjadi landasan untuk merancang pengalaman untuk kegiatan berikutnya.
Maka catatan catatan penting di dalam halaman sebuah Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek setidaknya berisi
1. Profile Anak saat melakukan kegiatan
2. Deskripsi kegiatan
3. Tujuan kegiatan
4. Proses Kegiatan
5. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh (diskusikan dengan anak)
6. Aspek fitrah yang ditumbuhkan lebih baik dari kegiatan sebelumnya (diskusikan dengan anak)
7. Refleksi meliputi perasaan, fikiran atau tanda fisik antusias anak sebelum, ketika dan sesudah melakukannya (interview anak atau anak menuliskan sendiri)
8. Refleksi meliputi perasaan, fikiran atau tanda fisik antusias orangtua sebelum, ketika dan sesudah mendampingi kegiatan
9. Catatan dari orangtua maupun fasilitator untuk perbaikan penyelenggaraan kegiatan (perencanaan, safety, apa yang terlewat dll)
10. Usulan atau rencana rancangan kegiatan berikutnya, mana yang perlu diimprovisasi (diskusikan dengan anak)
11. Bukti (Evidence) berupa foto, film, karya, produk dstnya
12. Dstnya,
Silahkan berkreasi sesuai kebutuhan anak
Berikutnya simpanlah rangkaian Jurnal Kegiatan atau Journal Proyek ini dalam “folder” baik hardcopy atau softcopy/elektronis secara runut dan terstruktur
B. Bangun Portfolio Berdasarkan Koleksi Terpilih Jurnal Kegiatan
Ingat bahwa masing masing portfolio punya maksud (purpose) berbeda, namun punya tujuan sama yaitu assessment agar menjadi landasan bagi perancangan berikutnya bukan hanya sebagai arsip semata yang sekedar mudah dicari kembali. Authentic Assessment adalah yang terbaik karena melibatkan Orangtua, Anak dan juga Fasilitator atau Maestro (jika terlibat) dalam memberikan observasi dan refleksi atas progress perkembangan anak..
Karenanya Portfolio harus dapat disajikan sesuai maksud pembuatannya dan yang lebih penting adalah bahwa semua rangkaian kegiatan atau proyek berserta catatan penting dan evidence nya kelak harus dapat ditangkap pola keunikan anak sehingga pola itu dapat dijadikan landasan untuk merancang kegiatan/proyek berikutnya, membangun Portfolio yang tergonisir kemudian akhirnya untuk merancang personalized curriculum.
Bangunan Portfolio yang Sistematis meliputi
1. Portfolio Plan (sebagaimana dibahas pada langkah 2)
2. Profile Unik Anak hasil Observasi Emphaty dalam banyak Jurnal Kegiatan sebelumnya. Profile ini sebagai “based line” atau landasan untuk pengembangan atau improvisasi, karenanya harus berisi potensi exisiting meliputi aspek Talent, Attitude, Skill & Knowledge yang dikuasai termasuk semua aspek fitrah.
Pada akhir periode pembuatan Portfolio, maka Profile ini berisi update progress perkembangan yang akan menjadi “based line” bagi portfolio plan berikutnya.
3. Koleksi dari Jurnal Kegiatan atau Jurnal Proyek selama periode pembuatan Portfolio, tentu setiap jurnal beserta evidence dan hasil observasi dan refleksinya
Kemudian bagaimana teknik observasi atau refleksi yang baik?
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahbasededucation
#portfoliofitrah
#portfolio
"Apakabar emak? Sukses apa kemarin? Masih seringkah terjadi kehebohan karena masalah komunikasi di dalam rumah? "
Pertanyaan ini terus terngiang-ngiang setiap kali mau tidur. Menjadi semacam muhasabah terhadap diri sendiri. Apa saja yang sudah berhasil saya taklukan dan mana saja yang masih harus banyak diperbaiki?
Selama hampir 15 hari menjalani game tantangan Komunikasi Produktif, harus saya akui masih banyak yang perlu terus Istiqomah diperbaiki. Beberapa kali saat tubuh sudah sangat letih dan anak2 tidak bisa bekerja sama, seringkali intonasi emak meninggi. Jika suami sedang di rumah, emak bisa ngadem sebentar dan urusan anak2 diserahkan ke Abinya. Tapi, jika suami masih di kantor, anak2 rewel semua, fisik saya pun lelah, maka jiwapun bisa ikutan lelah.
Berusaha dengan sangat agar emosi jiwa bisa stabil, dengan cara meningkatkan ruhiyah serta kepedulian dari suami. Dua hal ini sangat berbanding lurus dengan kestabilan emosi bagi saya. Jika ruhiyah saya menurun, emosi jiwa juga akan meletap meletup susah dikontrol. Begitu juga dengan keharmonisan dengan suami. Suami jadi tempat saya mencurahkan semua kata. Cukup menyediakan telinga dan bahu nya saja sudah membuat batin saya tenang.
Sejak mulai mama didiagnosa Gagal Ginjal Kronis dan sudah harus mulai rutin cuci darah atau Hemodialisa (HD),sudah menjadi aktivitas rutin kami mengantar mama ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) sebanyak 2 kali setiap Minggu, itu diluar jadwal kontrol ke SPPD dan ke BTKV, serta mengambil rujukan ke FTKP.
Dalam bulan ini saja sudah tidak terhitung berapa kali kami bolak balik ke rumah sakit. Lelah fisik pasti. Apalagi Setiap pergi ke RS pasti rombongan dengan 5 krucils yang semua masih Balita, dengan kehebohan yang pasti susah untuk diredam. Walaupun sudah berulang kali disounding di rumah diwaktu-waktu ketika sedang tenang dan sesaat sebelum pergi, tetapi yang namanya anak2 pasti butuh bereksplorasi. Sangat tidak mungkin mengajak mereka untuk tenang berjam2 dalam satu waktu.
Seperti hari Jumat kemarin, seperti biasa saya dan kakak mengantar mama kembali untuk HD di RSBK. Tak ketinggalan 5 krucils pasti ikut, karena tidak ada saudara/keluarga yang bisa menemani mereka dirumah. Beginilah resiko hidup dirantau yang jauh dari keluarga besar. Jadi mau tidak mau ke 5 krucils terpaksa kami bawa setelah di sounding berkali-kali seperti biasanya agar disana bisa bersikap tenang serta tidak menggangu kenyamanan orang lain dengan tingkah laku kita.
Alhamdulillah si Sulung sudah sangat bisa bekerja sama. Walaupun akhirnya, karena bosan dan lelah, dia juga tidak tahan hanya duduk diam saja. Apalagi bagi anak yang bertipe kinestetik seperti si sulung. Duduk tenang selama satu jam saja sudah prestasi, lha kalau selama 4 jam, piyekabare? Sebenarnya emak faham, gak mungkin memaksa mereka tidak membuat keributan. Lari-larian, kejar-kejaran, ketawa ketiwi tak terhindarkan juga akhirnya. Dan ini sukses membuat kami jadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, Rumah Sakit berubah menjadi Taman Bermain. Haha..
Awalnya emak masih mencoba mengatur intonasi suara. Mengajak mereka agar tidak 'terlalu' ribut. Tapi lama kelamaan, karena si Baby yang juga rewel, badan yang semakin lelah, sukses emosi dan intonasi emak tak terkontrol.
Dan ini sukses membuat si sulung sedih dan berkata " Ummi, kenapa gitu ngomong sama anaknya, ummi Marah2 sama anaknya". Hiks, emak kelepasan. Rasanya juga pengen nangis. Emak terlalu berharap berlebihan sama anak seusia mereka. Padahal jika emak jadi mereka, emak juga gak bakalan tenang duduk tenang hanya bisa mewarnai dan menggambar saja.
Maafkan ummi neuk, saat ini kita belum punya pilihan lain. Kita harus bersabar, sambil terus berdoa agar Allah berikan yang terbaik buat nenek. Kita sama-sama saling bantu ya neuk.
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulilah memasuki pekan terakhir di kelas Ulat-Ulat. Banyak pengalaman dan ilmu baru selama hampir 2 bulan be...